Selasa, 09 November 2010

KHILAFAH & KHALIFAH Kunci Sukses Hidup

Khalifah adalah gelar yang diberikan untuk pemimpin umat islam setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW (570–632). Kata "Khalifah" (خليفة Khalīfah) sendiri dapat diterjemahkan sebagai "pengganti" atau "perwakilan". Pada awal keberadaannya, para pemimpin islam ini menyebut diri mereka sebagai "Khalifat Allah", yang berarti perwakilan Allah (Tuhan). Akan tetapi pada perkembangannya sebutan ini diganti menjadi "Khalifat rasul Allah" (yang berarti "pengganti Nabi Allah") yang kemudian menjadi sebutan standar untuk menggantikan "Khalifat Allah". Meskipun begitu, beberapa akademis memilih untuk menyebut "Khalīfah" sebagai pemimpin umat islam tersebut.
Khalifah juga sering disebut sebagai Amīr al-Mu'minīn (أمير المؤمنين) atau "pemimpin orang yang beriman", atau "pemimpin umat muslim", yang kadang-kadang disingkat menjadi "emir" atau "amir".
Setelah kepemimpinan Khulafaur Rasyidin (Abu Bakar, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib), kekhalifahan yang dipegang berturut-turut oleh Bani Umayyah, Bani Abbasiyah, dan Bani Usmaniyah, dan beberapa khalifah kecil, berhasil meluaskan kekuasaannya sampai ke Spanyol, Afrika Utara, dan Mesir.
Khalifah berperan sebagai kepala ummat baik urusan negara maupun urusan agama. mekanisme pengangkatan dilakukan baik dengan penunjukkan ataupun majelis Syura' yang merupakan majelis Ahlul Ilmi wal Aqdi yakni ahli Ilmu (khususnya keagamaan) dan mengerti permasalahan ummat. Sedangkan Khilafah adalah nama sebuah system pemerintahan yang begitu khas, dengan menggunakan Islam sebagai Ideologi serta undang-undangnya mengacu kepada Al-Quran & Hadist.
Secara ringkas, Imam Taqiyyuddin An Nabhani (1907-1977) mendefinisikan Daulah Khilafah sebagai kepemimpinan umum bagi seluruh kaum muslimin di dunia untuk menegakkan hukum-hukum Syariat Islam dan mengembang risalah Islam ke seluruh penjuru dunia (Imam Taqiyyuddin An Nabhani, Nizhamul Hukmi fil Islam, hal. 17). Dari definisi ini, jelas bahwa Daulah Khilafah adalah hanya satu untuk seluruh dunia.
Jabatan dan pemerintahan Khalifah berakhir dan dibubarkan dengan pendirian Republik Turki pada tanggal 3 Maret 1924 ditandai dengan pengambilalihan kekuasaan dan wilayah kekhalifahan oleh Majelis Besar Nasional Turki, yang kemudian digantikan oleh Kepresidenan Masalah Keagamaan (The Presidency of Religious Affairs) atau sering disebut sebagai Diyainah.

Khilafah adalah suatu model system pemerintahan yang khas dari agama Islam
Struktur pemerintahan Islam terdiri daripada 8 perangkat dan berdasarkan af’al (perbuatan) Rasulullah saw:
  1. Khalifah
    Hanya Khalifah yang mempunyai kewenangan membuat UU sesuai dengan hukum-hukum syara’ yang ditabbaninya (adopsi); Khalifah merupakan penanggung jawab kebijakan politik dalam dan luar negeri; panglima tertinggi angkatan bersenjata; mengumumkan perang atau damai; mengangkat dan memberhentikan para Mu’awin, Wali, Qadi, amirul jihad; menolak atau menerima Duta Besar; memutuskan belanjawan negara.
  2. Mu'awin Tafwidh
    Merupakan pembantu Khalifah dibidang kekuasaan dan pemerintahan, mirip menteri tetapi tidak berhak membuat undang-undang. Mu’awin menjalankan semua kewenangan Khalifah dan Khalifah wajib mengawalnya.
  3. Mu'awin Tanfidz
    Pembantu Khalifah dibidang administrasi tetapi tidak berhak membuat undang-undang. Mu’awin Tanfidz membantu Khalifah dalam hal pelaksanaan, pemantauan dan penyampaian keputusan Khalifah. Dia merupakan perantara antara Khalifah dengan struktur di bawahnya.
  4. Amirul Jihad
    Amirul Jihad membawahi bidang pertahanan, luar negeri, keamanan dalam negeri dan industri.
  5. Wali
    Wali merupakan penguasa suatu wilayah (gubernur). Wali memiliki kekuasaan pemerintahan, pembinaan dan penilaian dan pertimbangan aktivitas direktorat dan penduduk di wilayahnya tetapi tidak mempunyai kekuasaan dalam Angkatan Bersenjata, Keuangan dan pengadilan.
  6. Qadi
    Qadi merupakan badan peradilan, terdiri dari 2 badan: Qadi Qudat (Mahkamah Qudat) yang mengurus persengketaan antara rakyat dengan rakyat, perundangan, menjatuhkan hukuman, dan lain-lain serta Qadi Mazhalim (Mahkamah Madzhalim) yang mengurus persengketaan antara penguasa dan rakyat dan berhak memberhentikan semua pegawai negara, termasuk memberhentikan Khalifah jika dianggap menyimpang dari ajaran Islam.
  7. Jihaz Idari
    Pegawai administrasi yang mengatur kemaslahatan masyarakat melalui Lembaga yang terdiri dari Direktorat, Biro, dan Seksi, dan Bagian. Memiliki Direktorat di bidang pendidikan, kesehatan, kebudayaan, industri, perdagangan, pertanian, dll). Mua’win Tanfidz memberikan pekerjaan kepada Jihaz Idari dan memantau pelaksanaannya.
  8. Majelis Ummat
    Majelis Ummat dipilih oleh rakyat, mereka cerminan wakil rakyat baik individu mahupun kelompok. Majelis bertugas mengawasi Khalifah. Majelis juga berhak memberikan pendapat dalam pemilihan calon Khalifah dan mendiskusikan hukum-hukum yang akan diadopsi Khalifah, tetapi kekuasaan penetapan hukum tetap di tangan Khalifah.
MENEGAKKAN DAULAH KHILAFAH ADALAH WAJIB

Syariah Publications. We must put an end to anything which brings about any Islamic unity between the sons of the Muslims. As we have already succeeded in finishing off the Khilafah, so we must ensure that there will never arise again unity for the Muslims, whether it be intellectual or cultural unity The situation now is that Turkey is dead and will never rise again, because we have destroyed its spiritual strength, the Khilafah and Islam.

(Kita mesti hapuskan apa-apa sahaja yang boleh membawa kepada penyatuan di kalangan umat Islam. Memandangkan kita telah berjaya menghancurkan Khilafah, jadi kita mesti pastikan yang umat Islam tidak akan bersatu kembali, samada secara intelektual atau kebudayaan Faktanya sekarang adalah bahawa Turki telah mati dan ia tidak akan bangkit lagi, kerana kita telah menghancurkan kekuatan ruhnya (yakni) Khilafah dan Islam) - [Lord Curzon, Menteri Luar British, di hadapan House of Commons setelah Perjanjian Lausanne pada 24 Julai 1924].
Itulah kata-kata yang penuh dengan keyakinan dan keegoan si kafir laknatullah, Lord Curzon setelah mereka berjaya menjatuhkan Khilafah Uthmaniyyah secara rasmi, tepatnya pada 3 Mac 1924, jam 6.30 pagi. Pihak kuffar Barat benar-benar memahami bahawa kekuatan dan penyatuan umat Islam yang hakiki adalah di bawah Daulah Khilafah. Kerana itulah mereka telah berusaha bersungguh-sungguh dan menggunakan segala kekuatan, tipu helah, kelicikan dan agen-agen mereka bagi menghancurkan umat Islam. Bukan setakat itu sahaja, setelah mereka berjaya dan bergembira menyaksikan kehancuran Islam, mereka tidak pernah lalai dan berhenti dari usaha mereka seterusnya untuk memastikan umat Islam tidak akan bangkit dan bersatu kembali. Tidak cukup dengan itu, mereka malah melakukan serangan fizikal secara besar-besaran ke atas umat Islam, merogol, membunuh, memerangi, menangkap, memenjara, menyiksa dan melakukan pelbagai bentuk kekejaman lainnya yang benar-benar tidak berperikemanusiaan. Umat Islam diperlakukan umpama binatang, malah jauh lebih buruk dari itu. Ya, mereka telah melakukan semua itu dan mereka telah melakukannya dengan begitu mudah sekali! Kenapa? Kerana umat Islam telah kehilangan perisainya yang selama ini menjaga dan melindungi mereka  Khalifah!
Apa yang kita saksikan saban hari sejak kejatuhan Khilafah hinggalah ke hari ini adalah penderitan demi penderitaan yang tidak berkesudahan menimpa umat Islam. Kesatuan umat Islam telah berkecai dan persaudaraan mereka telah hancur. Segala ini berlaku setelah jatuhnya Khilafah Uthmaniyyah di mana umat Islam mula dihadiahkan kemerdekaan oleh pihak kuffar Barat untuk menubuhkan negara bangsa (nation states). Maka dari sini, masing-masing mula berjuang untuk bangsa dan berebut-rebut bersengketa sesama sendiri untuk berkuasa dan mengekalkan kekuasaan, tanpa menghiraukan lagi apa yang terjadi kepada saudara mereka di negara lain. Yang penting, perlu bersyukur dengan keamanan dan kesejahteraan yang dinikmati di negara sendiri. Bangsa lain, negara lain itu masalah mereka, tidak ada kena mengena dengan kita. Itu masalah dalaman negara mereka dan kita tidak boleh dan tidak perlu campurtangan.  Kita berkecuali. Inilah antara kata-kata yang lahir dari sebahagian umat Islam, khususnya pemimpin mereka!
Wahai kaum Muslimin! Demikianlah secebis kisah bagaimana bermulanya segala penderitaan dan kehinaan yang menimpa umat ini, umat yang pernah satu ketika dulu memimpin dunia dan membawa rahmat ke setiap penjuru alam. Tidak ada fakta yang dapat menafikan bahawa Sistem Pemerintahan Khilafah yang telah diamalkan oleh umat Islam semenjak zaman Khalifah Rasyidah hinggalah ke zaman Uthmaniyyah, telah menjaga dan melindungi umat Islam. Apa yang telah dilakukan oleh para Khulafa Rasyidah dan diteruskan oleh pengganti-pengganti mereka ini telah terpahat dalam sejarah dan memenuhi ribuan lembaran kitab. Walaubagaimanapun, kita perlu memahami dengan sebenar-benar pemahaman bahawa apa yang telah terpahat itu bukan sekadar sejarah, tetapi ia adalah sebuah kewajiban yang telah ditunaikan oleh para pendahulu kita, yang juga merupakan kewajiban yang sama yang diletakkan oleh Allah Subhanahu wa Taala ke atas kita untuk melakukannya. Umat Islam itu hanya akan meraih kemulian dengan mematuhi perintah dan larangan Allah. Apabila sistem pemerintahan dari Allah tidak diterapkan, sebaliknya diganti dengan diterapkan sistem kufur dari Barat, bagaimanakah kemuliaan Allah akan bersama kita?
Wahai kaum Muslimin, esok (3 Mac 2007) genaplah 83 tahun jatuhnya Khilafah, sebuah sistem pemerintahan yang selama ini telah mendatangkan kemuliaan dan rahmat buat umat Muhammad khasnya dan dunia amnya. Sempena itu, Sautun Nahdhah kali ini akan memperingatkan semula umat Islam akan kewajiban untuk menegakkannya.
 
MENDIRIKAN KHILAFAH ADALAH WAJIB
 
Khilafah adalah kepemimpinan umum bagi seluruh kaum Muslimin di dunia untuk menegakkan hukum-hukum syariat Islam dan mengembang risalah Islam ke seluruh penjuru dunia. Kata lain dari Khilafah adalah Imamah di mana keduanya mempunyai makna yang sama. Hal ini diterangkan di dalam banyak hadis sahih yang menunjukkan persamaan makna kedua-dua lafaz ini [Syeikh Taqiyyuddin An Nabhani, Nizhamul Hukmi Fil Islam]. Perlu difahami bahawa, Khilafah itu adalah Sistem Pemerintahan Islam dan Khalifah itu adalah ketua negaranya (head of the State). Ringkasnya, ketua negara Daulah Khilafah adalah Khalifah. Juga, tidak salah jika ketua negara itu digelar Imam atau Amirul Mukminin kerana gelaran semacam ini terdapat di dalam Hadis dan Ijma Sahabat. Dari definisi ini, jelas bahawa Daulah Khilafah wujudnya hanya satu untuk seluruh dunia. Ini kerana nas-nas syara memang menunjukkan kewajiban umat Islam untuk bersatu dalam satu institusi negara sahaja dan haram bagi umat Islam mempunyai lebih dari satu negara. Allah Subhanahu wa Taala berfirman,
 Dan berpeganglah kalian semuanya dengan tali (agama) Allah, dan janganlah kalian bercerai berai [TMQ Ali-Imran (3):103].
Rasulullah Sallallahu alaihi wa Sallam dalam masalah persatuan umat ini bersabda: Barangsiapa mendatangi kalian, sedang urusan kalian ada di bawah kepemimpinan satu orang (Imam/Khalifah), dan dia hendak memecah belah kesatuan kalian dan mencerai-beraikan jemaah kalian, maka bunuhlah dia [HR Muslim].
Rasulullah Sallallahu alaihi wa Sallam bersabda: Jika dibaiat dua orang Khalifah, maka bunuhlah yang terakhir dari keduanya. [HR Muslim]
Selain al-Quran dan as-Sunnah, Ijma Sahabat juga turut menegaskan prinsip kesatuan umat di bawah kepemimpinan seorang Khalifah. Abu Bakar Ash Shiddiq suatu ketika pernah berkata, Tidak halal bagi kaum Muslimin mempunyai dua pemimpin. Perkataan ini didengar oleh para sahabat dan tidak seorang pun dari mereka yang mengingkarinya, sehingga menjadi ijma di kalangan mereka.
Bahkan sebahagian fuqaha menggunakan Qiyas untuk menetapkan prinsip kesatuan umat. Imam Al Juwaini berkata, Para ulama kami (mazhab Syafii) tidak membenarkan akad Imamah (Khilafah) untuk dua orang. Kalau ini terjadi, ini sama halnya dengan seorang wali yang menikahkan seorang perempuan dengan dua orang laki-laki Maksudnya, Imam Juwaini mengqiyaskan keharaman adanya dua Imam bagi kaum Muslimin dengan keharaman wali menikahkan seorang perempuan dengan dua orang lelaki yang akan menjadi suaminya. [Lihat Dr. Muhammad Khair, Wahdatul Muslimin fi Asy Syariah Al Islamiyah]
 
DALIL AL-QUR'AN
 
Di dalam al-Quran memang tidak terdapat istilah Daulah yang bererti Negara. Tetapi di dalam al-Quran terdapat ayat yang menunjukkan wajibnya umat memiliki pemerintahan/negara (ulil amri) dan wajibnya menerapkan hukum dengan hukum-hukum yang diturunkan Allah Subhanahu wa Taala. Firman Allah,
Wahai orang-orang yang beriman, taatlah kalian kepada Allah dan taatlah kalian kepada Rasul(Nya) dan ulil amri di antara kalian. [TMQ An-Nisaa` (4):59]
Ayat di atas memerintahkan kita untuk mentaati Ulil Amri, iaitu Al Haakim (Penguasa). Perintah ini, secara dalalatul iqtidha`, bererti perintah pula untuk mengadakan atau mengangkat Ulil Amri, jika Ulil Amri itu tidak ada. Ini adalah kerana tidak mungkin Allah memerintahkan kita untuk mentaati orang yang tidak wujud. Tatkala Allah memberi perintah untuk mentaati Ulil Amri, bererti Allah memerintahkan pula untuk mewujudkannya Oleh itu, jelas bahawa mewujudkan Ulil Amri itu adalah wajib. Tambahan lagi, adanya Ulil Amri menyebabkan terlaksananya kewajipan menegakkan hukum syara, sedangkan mengabaikan terwujudnya Ulil Amri menyebabkan terabainya hukum syara. Inilah apa yang berlaku sekarang di mana hukum syara tidak lagi diterapkan kerana tiadanya Ulil Amri di kalangan umat Islam.
Di samping itu, Allah Subhanahu wa Taala telah memerintahkan Rasulullah Sallallahu alaihi wa Sallam untuk mengatur urusan kaum Muslimin berdasarkan hukum-hukum yang diturunkan oleh Allah. Firman Allah,
Maka putuskanlah perkara di antara di antara mereka dengan apa yang diturunkan oleh Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka (dengan) meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. [TMQ Al-Maidah (5):48].
Dan putuskanlah perkara di antara di antara mereka dengan apa yang diturunkan oleh Allah dan janganlah engkau mengikuti hawa nafsu mereka. Dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka supaya mereka tidak memalingkan kamu dari apa yang telah diturunkan Allah kepadamu [TMQ Al-Maidah (50:49].
Dalam kaedah usul fiqh dinyatakan bahawa, perintah (khitab) Allah kepada Rasulullah juga merupakan perintah kepada umat Islam selama tidak ada dalil yang mengkhususkan perintah ini hanya untuk Rasulullah. Berhubung dengan ayat di atas, tidak ada dalil yang mengkhususkan perintah tersebut hanya kepada Rasulullah. Oleh kerana itu, ayat-ayat tersebut bersifat umum, iaitu berlaku juga bagi umat Islam. Dan menegakkan hukum-hukum yang diturunkan Allah tidak mempunyai makna lain kecuali menegakkan hukum dan pemerintahan, sebab dengan pemerintahan itulah hukum-hukum yang diturunkan Allah dapat diterapkan secara sempurna. Dengan demikian, ayat-ayat ini menunjukkan wajibnya ada sebuah Negarauntuk menjalankan semua hukum Islam, dan Negara (Islam) itu adalah Negara Khilafah.
 
DALIL AS-SUNNAH
 
Abdullah bin Umar meriwayatkan, Aku mendengar Rasulullah mengatakan, Barangsiapa melepaskan tangannya dari ketaatan kepada Allah, nescaya dia akan menemui Allah di Hari Kiamat dengan tanpa hujah. Dan barangsiapa mati sedangkan di pundaknya tidak ada baiah (kepada Khalifah) maka dia mati dalam keadaan mati jahiliyah [HR Muslim].
Nabi Sallallahu alaihi wa Sallam mewajibkan adanya baiat pada pundak setiap Muslim dan mensifati orang yang mati dalam keadaan tidak berbaiat seperti matinya orang-orang jahiliyyah. Padahal baiat hanya dapat diberikan kepada Khalifah, bukan kepada yang lain. Jadi hadis ini menunjukkan kewajipan mengangkat seorang Khalifah, yang dengannya dapat terwujud baiat di pundak setiap Muslim. Sebab baiat akan ada di pundak kaum Muslimin jika ada Khalifah/Imam yang memimpin kaum Muslimin.
Rasulullah Sallallahu alaihi wa Sallam bersabda: Bahawasanya Imam itu bagaikan perisai, dari belakangnya umat berperang dan dengannya umat berlindung.[HR Muslim]
Rasulullah Sallallahu alaihi wa Sallam bersabda:Dahulu Bani Israel diuruskan (dipimpin) oleh para nabi. Setiap kali wafat seorang nabi diutuslah nabi yang lain. Sesungguhnya tidak ada lagi nabi sesudahku, tetapi akan ada para Khalifah dan jumlahnya banyak. Para sahabat bertanya, apa yang engkau perintahkan kepada kami (dalam keadaan itu)? Nabi menjawab, Penuhilah baiat yang pertama dan yang pertama itu sahaja dan berilah kepada mereka hak-hak mereka. Sesungguhnya Allah akan meminta pertanggungjawaban mereka atas apa yang mereka uruskan. [HR Muslim]
Hadis-hadis ini merupakan pemberitahuan (ikhbar) dari Rasulullah Sallallahu alaihi wa Sallam bahawa seorang Khalifah adalah laksana perisai, dan bahawa akan ada penguasa-penguasa yang memerintah kaum Muslimin. Pernyataan Rasulullah bahawa seorang Imam itu laksana perisai menunjukkan pemberitahuan tentang adanya fungsi keberadaan seorang Imam, dan ini merupakan suatu tuntutan (thalab). Ini adalah kerana, setiap ikhbar yang berasal dari Allah dan Rasul-Nya, apabila mengandungi celaan (adz-dzamm) maka yang dimaksudkan adalah tuntutan untuk meninggalkan (thalab at-tarki), atau merupakan larangan (an-nahy); dan apabila mengandung pujian (al mad-hu) maka yang dimaksudkan adalah tuntutan untuk melakukan perbuatan (thalab al-fili). Dan sekiranya pelaksanaan perbuatan yang dituntut itu menyebabkan tegaknya hukum syara atau jika ditinggalkan mengakibatkan terabainya hukum syara, maka tuntutan untuk melaksanakan perbuatan itu bersifat pasti (fardhu). Oleh itu hadis-hadis ini menunjukkan wajibnya Khilafah, kerana tanpa Khilafah banyak hukum syara yang akan terabai.
Rasulullah Sallallahu alaihi wa Sallam bersabda:Bila seseorang melihat sesuatu yang tidak disukai dari amirnya (pemimpinnya), maka bersabarlah kerana barangsiapa memisahkan diri dari penguasa (pemerintahan Islam/Khilafah) walau sejengkal saja, lalu ia mati, maka matinya adalah mati jahiliyah. [HR Muslim].
Hadis ini menjelaskan keharaman kaum Muslimin keluar memberontak terhadap penguasa (Khalifah). Ini bererti bahawa adanya Daulah Khilafah adalah suatu kewajiban, sebab tidak mungkin Nabi Sallallahu alaihi wa Sallam begitu tegas sekali menyatakan bahawa orang yang memisahkan diri dari Khilafah akan mati jahiliyah. Maka, wujudnya pemerintahan Islam bagi kaum Muslimin statusnya adalah wajib.
Rasulullah Sallallahu alaihi wa Sallam juga bersabda: Barangsiapa membaiat seorang Imam (Khalifah), lalu memberikan genggaman tangannya dan menyerahkan buah hatinya, hendaklah ia mentaatinya semaksima mungkin. Dan jika datang orang lain hendak mencabut kekuasaannya, penggallah leher orang itu. [HR Muslim].
Dalam hadis ini Rasululah Sallallahu alaihi wa Sallam telah memerintahkan kaum Muslimin untuk mentaati para Khalifah dan memerangi orang-orang yang merebut kekuasaan mereka. Perintah Rasulullah ini bererti perintah untuk mengangkat seorang Khalifah dan memelihara kekhilafahannya dengan cara memerangi orang-orang yang merebut kekuasaannya. Semua ini merupakan penjelasan tentang wajibnya keberadaan penguasa kaum Muslimin, iaitu Imam atau Khalifah. Ini adalah kerana sekiranya ia tidak wajib, nescaya tidak mungkin Nabi Sallallahu alaihi wa Sallam memberikan perintah yang begitu tegas untuk memelihara eksistensinya, iaitu perintah untuk memerangi orang yang ingin merebut kekuasaan Khalifah.
 
DALIL IJMA' SAHABAT
 
Sebagai sumber hukum Islam ketiga, Ijma Sahabat menunjukkan dengan sejelas-jelasnya kepada kita bahawa mengangkat seorang Khalifah sebagai pemimpin umat Islam adalah wajib. Para sahabat telah sepakat mengangkat Abu Bakar As-Siddiq, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib ridhwanullah alaihim, sebagai Khalifah yang memimpin dunia Islam.
Ijma Sahabat yang membuktikan kewajiban pengangkatan seorang Khalifah diambil dari peristiwa yang berlaku di Saqifah Bani Saidah di mana para sahabat dan ahlu halli wal aqdi saat itu sibuk bermesyuarat bagi mengangkat seorang Khalifah. Walaupun jenazah Rasulullah masih belum dikebumikan, tetapi keseluruhan sahabat masih sibuk berbincang soal pengangkatan Khalifah. Mereka ternyata telah menunda kewajipan menanam jenazah Rasulullah Sallallahu alaihi wa Sallam dan mendahulukan pengangkatan seorang Khalifah pengganti baginda. Hal ini berlaku walhal mereka mengetahui bahawa menguburkan mayat secepatnya adalah suatu tuntutan, apatah lagi jenazah itu adalah jenazah Rasulullah sendiri, namun, para sahabat tetap mendahulukan usaha-usaha untuk mengangkat Khalifah daripada menanam jenazah Rasulullah. Sedangkan sebahagian sahabat lain pula (yang tidak terlibat) turut mendiamkan hal ini dan ikut pula bersama-sama menunda kewajipan mengebumikan jenazah Nabi Sallallahu alaihi wa Sallam. Peristiwa ini terjadi di dalam rentang waktu 3 hari 2 malam, padahal mereka mampu mengingkari hal ini dan mampu menanam jenazah Nabi secepatnya. Fakta ini menunjukkan adanya kesepakatan (ijma) mereka untuk mendahulukan kewajipan mengangkat Khalifah daripada menguburkan jenazah. Hal itu tak mungkin terjadi kecuali status hukum mengangkat seorang Khalifah adalah lebih wajib didahului daripada menguburkan jenazah.
Demikian pula bahawa seluruh sahabat selama hidup mereka telah bersepakat mengenai kewajipan mengangkat seorang Khalifah. Walaupun sering muncul perbezaan pendapat mengenai siapakah yang lebih layak untuk dipilih dan diangkat menjadi Khalifah, namun mereka tidak pernah berselisih pendapat sedikit pun mengenai wajibnya mengangkat seorang Khalifah, baik ketika wafatnya Rasulullah Sallallahu alaihi wa Sallam mahupun ketika pergantian masing-masing Khalifah yang empat. Oleh kerana itu IjmaSahabat merupakan dalil yang jelas dan kuat bagi kita bahawa mengangkat seorang Khalifah sebagai pemimpin bagi seluruh kaum Muslimin adalah wajib.

DALIL DARI KAIDAH SYAR'IYYAH
Dilihat dari sudut usul fiqh, mengangkat Khalifah juga adalah wajib. Dalam usul fiqh terdapat satu kaedah syariyah yang disepakati para ulama, Sesuatu kewajipan yang tidak dapat disempurnakan kecuali dengan suatu perbuatan, maka perbuatan itu adalah wajib.Menerapkan hukum-hukum yang berasal dari Allah Subhanahu wa Taala dalam segala aspeknya adalah wajib. Hal ini tidak akan dapat dilaksanakan dengan sempurna tanpa adanya kekuasaan Islam yang dipimpin oleh seorang Khalifah. Maka dari itu, berdasarkan kaedah syariyyah tadi, eksistensi Khilafah hukumnya menjadi wajib.

KHATIMAH
Wahai kaum Muslimin & umat manusia,kita berbicara bukan berdasarkan ideologi suatu negara,perlu diketahui islam adalah sebuah ideologi,berbeda dengan pancasila yang mementingkan kerukunan umat beragama,islam lebih dari hanya sekedar itu,ideologi islam membawa kita ke kehidupan akhirat yang lebih kekal dan abadi,islam sangat menjunjung tinggi perbedaan,untukku agama ku,untukmu agamamu,kita hidup dengan sistem yang begitu mencekik kehidupan kita,SEKULER,KAPITALIS,DEMOKRASI,ideologi liberal yang sudah jelas dan nampak faktanya diciptakan oleh kaum barat kafir untuk menjajah kehidupan kita dari berbagai aspek kehidupan kita,tidakkah cukup penderitaan ini,?kita diciptakan untuk menjadi khalifah agar tidak minciptakan kerusakan di permukaan bumi,tak perlulah perbedaan menjadi pertentangan karena umat muslim sangat menghargai perbedaan,umat muslim adalah pelindung umat manusia, tidak Sadarkah bahwa kita sedang dijajah yang tanpa kita sadari,dan hanya mendatangkan kesengsaraan bagi rakyat,lihatlah kenyataan,kemiskinan dimana mana,kelaparan,wabah,biaya pendidikan,kesehatan,bahan makanan mahal,bobroknya moral,kekayaan alam kita yang mulai habis dan rusak,apa itu yang kita inginkan?sedangkan para pemimpin2 kita yang telah brkhianat merka hidup dengan kmewahan,dgn bergelimangan harta,cukuplah kita yang mersakan,jangan sampai anak cucu kita ikut merasakan penderitaan seperti ini,berdo’alah kepada Allah Subhanahu wa Taala agar Dia memuliakan kami dengan tertegaknya Khilafah melalui tangan-tangan kami; agar kita semua dapat bernaung di bawahnya; agar kita semua dapat mengibarkan panji-panji Rasulullah di seluruh pelusuk bumi; agar cahaya Allah akan kembali menerangi alam. Insya Allah. marilah kita bersama-sama memikul kewajiban ini wahai kaum Muslimin....bangkitlah